JAKARTA, KORANRADAR.ID - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak mendesak.
Pasalnya, sumber masalah sulitnya masyarakat membeli rumah adalah kenaikan harga lahan dan rumah yang semakin tinggi. Indef menilai, pemerintah lebih baik mengontrol harga rumah dan mendorong peningkatan pendapatan rakyat.
"Jadi urgensi Tapera kita melihat belum urgen, kenapa tidak kita manfaatin dana BPJS saja yang sangat besar dan buat rebutan bank-bank untuk mendapatkan bunga tinggi? Jangan-jangan nanti ada Tapera juga ditempatkan di dana tinggi, akibatnya tidak untuk rakyat," kata Ekonom Senior INDEF Aviliani, dalam agenda 'Diskusi Publik Hari Lahir Pancasila: Ekonomi Sudah Adil untuk Semua?' secara daring, kemarin.
Aviliani kemudian menjelaskan jika memang berjalan,pemanfaatan dana Tapera akan tidak optimal sebab jumlah rumah yang berharga Rp 500 juta saja sekarang tidak banyak. Daya beli masyarakat tidak mampu mengimbangi harga rata-rata rumah yang saat ini berkisar di angka Rp 2 miliar. Hal ini berarti mayoritas masyarakat yang bisa membeli rumah adalah yang sudah mapan, berpenghasilan tetap, dan bekerja di sektor formal.
Sementara untuk mayoritas masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor informal, dijelaskannya sulit mendapatkan kredit jangka panjang khususnya untuk perumahan karena perbankan tidak mau memberikan kredit karena pendapatan pekerja sektor informal tidak tetap.
"Apalagi perumahan jangka waktunya, 5, 10, bahkan sampai 25 tahun. Jadi ini juga tidak mudah. Artinya kalau dihubungkan Tapera, seberapa penting Tapera dilakukan untuk saat ini?" bebernya.
Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa masyarakat saat ini sudah memiliki banyak beban dengan banyaknya potongan gaji untuk jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Aviliani menilai bahwa tugas pemerintah saat ini seharusnya mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Sebab, ketika pendapatan sudah meningkat, masyarakat bakal mampu membeli rumah secara mandiri. Hal ini membuat pemerintah tidak perlu lagi menghadirkan berbagai program kredit rumah murah seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Tapera.
"Tugas pemerintah adalah bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat, karena kalau pendapatan sudah meningkat otomatis tidak perlu ada FLPP, tidak perlu ada itu (Tapera), pasti supply akan ada dengan sendirinya. Dan bank pun pasti akan memberikan pinjaman apabila kemampuan masyarakat untuk meminjam ada," jelas Aviliani.
Di sisi lain, ia mengatakan bahwa yang terjadi saat ini adalah masyarakat tertatih-tatih membayar uang muka atau down payment (DP) untuk rumah namun harga rumah yang dicicil semakin meningkat.
Aviliani menyarankan pemerintah mengontrol harga lahan dan rumah. Pasalnya, jika dua hal itu terus diserahkan kepada pasar, Aviliani mengatakan masyarakat tidak akan pernah bisa mengakses rumah karena harga rumah akan terus naik sedangkan pendapatan masyarakat tidak meningkat signifikan.
"Seberapa jauh pemerintah mampu mengendalikan harga rumah? Karena kalau harga rumah tidak bisa dikendalikan apalagi ke depan kebutuhan rumah semakin banyak, pasti harga rumah semakin naik, ini hukum demand dan supply, sehingga harga rumah tidak bisa terjangkau. Itu juga menunjukkan hal demikian. Data juga menunjukkan bahwa orang yang punya uang cenderung ingin membangun sendiri. Tidak membeli rumah pada pengembang," ungkapnya.
"Itu data yang menarik yang perlu dilihat pemerintah, mereka biasanya membangun sendiri hampir 80% sedangkan yang membeli dari pengembang relatif jauh lebih rendah. Ini perlu dilihat data-data sehingga pemerintah bisa membuat kebijakan yang sesuai kebutuhan masyarakat," tambahnya.
Sebelum berdasarkan catatan detikcom, pemerintah telah mengeluarkan kewajiban potongan gaji pekerja sebesar 3% untuk Tapera. Keputusan itu termaktub lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Iuran Tapera pun menuai pro dan kontrak dimasyarakat, bahkan ditentang bersama oleh elemen pengusaha dan serikat pekerja. (rrd/rir/dtf)