PALEMBANG, KORANRADAR.ID - Ada orang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua permasalahannya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam geCoba minum ini dan katakan bagaimana rasanya?”, ujar pak tua.“Pahit sekali”, jawab pemuda.
Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak pemuda itu untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Mereka akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu. Sesampainya disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya, “Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah”.
Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua bertanya lagi, “Bagaimana rasanya?”
“Segar”, Sahut si Pemuda.
Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?” tanya pak tua. “Tidak”, Jawab si Pemuda kembali. Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Anak muda, dengarkan baik-baik, pahitnya kehidupan sama seperti segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnya pun sama dan memang akan tetap sama. Tapi kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat Anda merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang dapat Anda lakukan; Lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”.
Pesan Moral : Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran serta kedamaian. (era)