Kebakaran di lahan gambut menghasilkan asap lebih banyak dibandingkan kebakaran lahan mineral, sebagai penyumbang kabut asap terbesar dalam beberapa tahun terakhir di indonesia, puncaknya kebakaran tahun 2015, 2019 dan 2023 ini. Hasil dari penelitian, bahwa kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan dan telah mengakibatkan deforestasi dan degradasi hutan, emisi karbon, kepunahan keanekaragaman hayati, dan hilangnya penghidupan masyarakat atas sumber daya alam di lahan gambut.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk perbaikan (restorasi) lahan gambut dibuktikan dengan telah dibentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016 dan sekarang menjadi Badan Restorasi Gambut Mangrove (BRGM) melalui Peraturan Presiden nomor 120 Tahun 2020 dengan tugas utamanya memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut serta upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di 7 (tujuh) provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
BACA JUGA:Kembangkan Potensi Panas Bumi, PGE Bangun PLTP Lumut Balai Unit 2
Adapun target restorasi lahan gambut seluas 2,6 juta hektar (tahun 2016 – 2020) dan 1,2 juta hektar (tahun 2021 -2024). Upaya restorasi ini sebagai bagian dari implementasi komitmen indonesia akan menurunkan emisi karbon sebesar 0,672 giga-ton di lahan gambut.
Sebagai mandat dari peraturan presiden nomor 120 tahun 2020 tentang BRGM pada pasal 15 bahwa Gubernur Sumatera Selatan telah menetapkan keputusan pembentukan Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) melalui keputusan nomor 74/KPTS/DLHP/2021 tentang TRGD provinsi Sumatera Selatan.
Adapun strategi restorasi lahan gambut yang telah dilakukan oleh BRGM yang diimplementasikan oleh TRGD, dengan tiga pendekatan, yaitu; pembasahan kembali (Rewetting), penanaman kembali (Revegetasi), dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Revitalisasi).
Melalui pendekatan ini diharapkan lahan gambut akan selalu basah, percepatan terjadinya pemulihan tutupan, serta meningkatnya kepedulian dan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya kebakaran hutan & lahan (KARHUTLAH) serta mengembalikan fungsi ekosistem gambut bagi kehidupan.
Berdasarkan peraturan presiden nomor 120 tahun 2020 tentang BRGM pada pasal 34 bahwa BRGM akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2024, yang selanjutnya pelaksanaan upaya restorasi gambut belum tentu akan menjadi agenda prioritas kembali Pemerintah.
Sehingga, pelaksanaan restorasi gambut yang telah dilakukan pada tahun 2023 dan akan dilakukan tahun 2024 akan menjadi sangat penting dalam membangun exit strategi selanjutnya.
Oleh karena itu, pada masa pelaksanaan kegiatan restorasi gambut diakhir tahun 2023 ini akan sangat diperlukan melakukan peninjauan ulang atau refleksi terhadap proses, pelaksanaan dan hasil-hasil yang telah dicapai dan berdampak dalam pemulihan (restorasi) gambut.