Transaksional Politik Masif, Biaya Politik Mahal

Minggu 02 Feb 2025 - 10:07 WIB
Reporter : Swan
Editor : Swan

PALEMBANG,KORANRADAR.ID – Kemungkinan ditundanya pelantikan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota se-Indonesia pada 6 Februari 2025 masih menjadi tanda tanya besar. 

  pengamat politik Sumatera Selatan, Bagindo Togar bahwa mundurnya jadwal pelantikan merupakan keputusan yang tepat. Ia menegaskan bahwa masih ada perkara hukum yang belum memiliki putusan inkrah serta kasus yang mengalami proses dismissal.    “Ada dismissal akibat adanya pemberhentian yang masih harus dipilah. Ada yang diberhentikan dan ada yang prosesnya dilanjutkan,”ujar Bagindo, kemarin 2 Februari 2024.   Lebih lanjut, Bagindo menjelaskan bahwa ada tiga kategori kepala daerah terpilih, yakni mereka yang prosesnya masih berlanjut, mereka yang mengalami dismissal, serta mereka yang tidak bersengketa dan seharusnya bisa dilantik pada 6 Februari mendatang. BACA JUGA:Polres Lakukan Pengamanan Perayaan Imlek Namun, ia menambahkan bahwa kasus yang mengalami dismissal masih dalam tahap penelitian untuk menentukan apakah akan ditolak atau tetap berlanjut. “Sebenarnya alasan pengunduran pelantikkan ini adalah demi efisiensi, meskipun bagi sebagian pihak hal ini dirasa tidak adil,” ungkapnya. Menurutnya, penyamaan status antara kepala daerah yang bersengketa dan tidak bersengketa seakan menciptakan ketidakadilan dalam proses kepastian hukum. “Meskipun alasan utama penundaan ini adalah efisiensi karena meningkatnya cost politik, tetap saja ada peserta Pilkada yang merasa ini tidak adil karena proses mereka sudah bersih,” jelasnya. Bagindo juga menegaskan bahwa tidak seharusnya ada kepentingan tertentu dalam keputusan ini, sebab nomenklatur pelaksanaan Pilkada tetap sama bagi semua pihak. Sejumlah daerah yang merasa dirugikan. Terlebih lagi, banyak gubernur, bupati, dan wali kota terpilih yang telah melakukan persiapan, termasuk fitting pakaian dinas untuk pelantikan. Tertundanya pelantikan ini tentu saja menjadi kekecewaan besar bagi mereka. Dalam hal efisiensi, Bagindo menilai bahwa kebijakan ini diarahkan untuk menyamakan masa jabatan kepala daerah selama lima tahun ke depan. “Ini merupakan bagian dari langkah menuju Pilkada tidak langsung, yang nantinya akan dilakukan melalui pemilihan oleh DPRD,” terangnya. Lebih lanjut, ia memprediksi bahwa pelantikan bisa saja tertunda hingga Maret 2025. “Kemungkinan besar pelantikan akan mundur, meskipun ada beberapa pihak yang menyebut tetap bisa dilakukan pada Februari,” katanya. Jika pun terjadi perbedaan jadwal pelantikan, Bagindo memperkirakan bahwa gubernur dan wakil gubernur akan dilantik lebih dahulu. “Pelantikan gubernur mungkin akan didahulukan dan bisa saja berbeda hari. Sebab, gubernurlah yang nantinya melantik bupati dan wali kota,” jelasnya. Ketika ditanya apakah penundaan pelantikan ini akan berdampak pada pembangunan di daerah, Bagindo menyatakan bahwa hal ini tergantung pada kepala daerah yang terpilih. “Jika mereka memiliki gagasan yang kuat, maka pembangunan akan tetap berjalan. Namun, di era 5.0 dan kecerdasan buatan (AI) seperti sekarang, politik di Indonesia justru semakin primitif,” ujarnya. Ia pun mengkritisi cara mayoritas kepala daerah memenangkan Pilkada. Menurutnya, kemenangan dalam kontestasi politik saat ini lebih banyak ditentukan oleh praktik politik transaksional. “Yang terjadi adalah praktik barter, di mana konstituen diberikan uang, dan sebagai gantinya mereka memberikan suara kepada calon kepala daerah,” ungkapnya. Bagindo juga mengingatkan masyarakat agar tidak terlalu berharap mendapatkan pemimpin yang cerdas dan inovatif, mengingat sistem politik yang masih didominasi oleh pola transaksional tersebut. “Kita tidak bisa berharap banyak pada kepala daerah yang lahir dari sistem politik seperti ini. Mereka lebih sibuk mengembalikan modal politiknya daripada memikirkan inovasi dan kemajuan daerah,” tegasnya. Menurutnya, selama sistem politik di Indonesia masih seperti ini, maka sulit untuk melahirkan pemimpin yang memiliki integritas dan visi yang jelas. Meski demikian, ia berharap agar Pilkada di masa depan bisa lebih baik dan mampu menghasilkan pemimpin yang benar-benar kompeten. “Tantangan kita ke depan adalah bagaimana mengubah sistem ini agar lebih berorientasi pada gagasan dan inovasi, bukan semata-mata transaksi politik,”ujarnya.    Akibat massif, marak dan .eratanya  politik uang, transaksional alias Praktek Politik Primitif (P3)  dalam Pilkada kemarin mengakibatkan  Biaya Politik menjadi sangat mahal, dan juga sangat tidak effisien, yang berdampak terjadinya Akibat Massif hingga saat ini
Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler

Minggu 02 Feb 2025 - 02:28 WIB

Umat Tao Palembang Gelar Imlek Bersama

Terkini

Minggu 02 Feb 2025 - 02:28 WIB

Umat Tao Palembang Gelar Imlek Bersama